Dulu saya sempat ngepost beberapa cerpen buatan saya di blog yang lama. Beberapa di antaranya adalah 4 buah cerpen yang diikutsertakan pada lomba mengarang 100 Cerpen Natal 2008 yang diselenggarakan oleh Megaxus di forumnya. Ternyata mayan banyak temen" yang suka n thx God, salah satunya berhasil meraih juara.
But then semua itu lewat dan blog lama saya jg udah saya hapus saat saya berpindah alamat blog ke sini. Ternyata pas kmrn" msh ada tmn yg nanyain ttg cerpen" itu. Duh maap, ga nyangka masih ada yg maw baca ya xD
Oleh karena itu saya putuskan buat post ulang aja dah di blog ini. Cuma spy ga dejavu, saya post salah satunya aja ya. Yaitu cerpen yang berjudul Perang, yang juga membuat saya berhasil meraih juara. Hw9x~ So, enjoy it guys^^
But then semua itu lewat dan blog lama saya jg udah saya hapus saat saya berpindah alamat blog ke sini. Ternyata pas kmrn" msh ada tmn yg nanyain ttg cerpen" itu. Duh maap, ga nyangka masih ada yg maw baca ya xD
Oleh karena itu saya putuskan buat post ulang aja dah di blog ini. Cuma spy ga dejavu, saya post salah satunya aja ya. Yaitu cerpen yang berjudul Perang, yang juga membuat saya berhasil meraih juara. Hw9x~ So, enjoy it guys^^
Perang
Serdadu Allan hanya bisa memandangi rekan-rekannya yang sedang bergembira merayakan malam Natal dari jauh. Tidak, Allan tidak membenci Natal. Malahan, ia sangat menyukai Natal. Satu-satunya alasan mengapa ia tidak ikut adalah karena serdadu-serdadu Jerman juga ikut serta. Memang, perang sudah hampir berakhir dan sebagian besar kekuatan militer Jerman sudah menyerah kepada sekutu tapi itu bukanlah alasan bagi Allan untuk berhenti membenci Jerman.
Allan memang mempunyai alasan untuk kebenciannya tersebut. Kedua orang tuanya tewas terkena ledakan rudal yang ditembakkan oleh Jerman ke kotanya. Hal itu juga yang membuat ia mendaftarkan diri ke militer dan ingin ikut turun ke medan perang. Sayangnya, ia harus puas berada di barisan belakang sebagai tentara medis. Sudah tidak terhitung lagi berapa jumlah rekannya yang tewas maupun terluka parah karena tentara Jerman. Dan hal ini makin membuat ia benci kepada Jerman.
Dan sekarang, perang memang sudah hampir berakhir dan kemenangan sekutu sudah di depan mata. Apalagi malam ini adalah malam Natal, sudah sepantasnya ia ikut merayakannya dengan bersenang-senang dengan rekan-rekannya. Tapi mengapa ada mereka? Bukankah seharusnya serdadu-serdadu Jerman itu tertenduk lesu dan putus asa menangisi kekalahan mereka. Bukankah seharusnya mereka menangis dan meminta ampun? Bukankah...
Sejumlah asumsi-asumsi terus bermunculan di kepala Allan dan secara tidak sadar ia menjatuhkan kotak medis yang sedang dipegangnya.
Tepukan lembut di pundaknya membuyarkan lamunan Allan. Ia pun menolehkan kepalanya ke belakang. Dilihatnya seorang serdadu Jerman yang berambut ikal sedang tersenyum kepadanya.
”Merry Christmas brother”, kata tentara Jerman itu kepadanya dengan pelafalan yang kacau sambil menyodorkan kotak medis kepadanya.
Sempat terlintas di benaknya untuk balas tersenyum dan mengucapkan selamat Natal kepada tentara Jerman itu. Namun ia mengurungkan niatnya itu. Dengan kasar ia mengambil kotak medisnya dan langsung pergi tanpa membalas senyum ataupun ucapan selamat natal dari tentara Jerman itu.
”Cih, hampir saja aku tertipu. Mereka hanya pura-pura baik. Coba pihak kami yang kalah perang, pasti saat ini kami sedang disiksa mereka”, batin Allan.
Allan terus berjalan sambil terbawa oleh asumsi-asumsinya dan tanpa sadar ia semakin mendekati tepi jurang yang curam. Saat ia menyadarinya, semua sudah terlambat. Pijakan tempat ia berjalan tiba-tiba longsor dan Allan yang berdiri di situ terjatuh dan ikut terseret ke dalam jurang. Tubuhnya pun terhempas dengan keras menghantam dasar jurang.
Sambil menahan sakit, Allan mencoba untuk berdiri dan memanjat ke atas. Namun baru saja ia berdiri, tiba-tiba ia terjatuh dan berteriak kesakitan sambil memegang kaki kirinya.
”Celaka, sepertinya kaki kiriku patah. Sial! Padahal jurangnya tidak begitu dalam. Bagaimana ini”, batinnya dalam hati.
”Tolong, tolong aku. Siapapun di sana, tolong aku!”, teriak Allan sambil menahan sakit.
Percuma saja pikirnya. Mereka semua sedang berpesta, tidak mungkin ada orang yang bisa mendengar suara teriakanku. Semua ini gara-gara serdadu-serdadu Jerman itu, seandainya saja mereka tidak di sini, seandainya saja aku ikut merayakan Natal dengan teman-teman. Dan pikiran Allanpun kembali dipenuhi dengan asumsi-asumsi pribadinya.
Tidak lama kemudian, ia mendengar suara-suara yang sepertinya berasal dari atasnya. Saat ia mendongakkan kepalanya ke atas, ia bisa melihat satu, dua, lima, tidak, ada belasan lampu senter yang sedang di arahkan ke dasar jurang.
”Aku sudah menemukannya. Dia di sini. Dia masih hidup!”, teriak salah seorang serdadu Amerika.
Terdengar teriakan-teriakan lega dan gembira setelah mendengar kalimat yang diucapkan oleh serdadu tersebut. Serdadu-serdadu Jerman yang ikut mencari juga turut berteriak-teriak gembira. Allan terpana. Batinnya mulai bergejolak. Ia tidak menyangka orang-orang yang paling dia musuhi, orang-orang yang tidak pernah mau dia aja bicara, orang-orang yang sudah dibenci dia, ikut dalam usaha pencariannya. Dan mereka bahkan ikut bergembira ketika mereka berhasil menemukannya. Perlahan-lahan rasa benci yang menutupi permukaan hatinya mulai longsor sedikit demi sedikit.
Mereka kemudian menurunkan salah satu serdadu dengan tali untuk turun dan membawa Allan naik. Samar-samar ia dapat melihat bahwa itu adalah serdadu Jerman. Batinnya semakin bergejolak ketika ia mengenali serdadu tersebut. Ia adalah serdadu ikal yang tadi sudah ia kasari. Serdadu itu tersenyum kepadanya dan merangkulnya dengan sebelah tangannya. Kemudian dengan bahu membahu, Allan berhasil diangkat.
Saat itu, semua rasa bencinya kepada orang Jerman pun longsor dan menghilang. Ia merasa malu karena selama ini sudah membenci orang Jerman, terutama serdadu-serdadu tersebut. Ia menyesal karena ia lebih mengikuti rasa benci dan asumsi-asumsinya ketimbang melihat kenyataan bahwa serdadu-serdadu Jerman juga seperti dia dan rekan-rekannya, hanya menunaikan kewajiban mereka sebagai tentara. Dan sekarang, mereka benar-benar ingin berdamai dan berteman dengan dia. Tanpa sadar air mata mengalir ke dagu Allan. Ia menyesal dan ingin meminta maaf kepada mereka, terutama serdadu berambut ikal yang tetap tersenyum dan membantunya walaupun sudah ia kasari.
”Apa yang harus aku lakukan?”, tanya Allan kepada seorang serdadu Amerika yang merawatnya.
Dan ia pun menceritakan semuanya kepada serdadu tersebut. Serdadu tersebut tersenyum, merangkul Allan dan berkata,
”Berdirilah dan bergabunglah dengan kami”
Saat Allan keluar dari kemah, semua serdadu yang berada di sana menghentikan nyanyian mereka dan langsung berdiri menghampiri Allan. Satu-persatu dari mereka memeluk Allan. Allan begitu terharu dengan perlakuan yang ia dapatkan. Tidak terasa, air mata kembali mengalir ke dagunya. Sampai pada saat ia berhadapan dengan serdadu Jerman berambut ikal yang ia kasari tadi. Ia terdiam sejenak dan kemudian memeluknya sambil menangis.
”Maafkan aku. Maafkan aku”, isak Allan.
Serdadu Jerman itu hanya tersenyum dan berkata, ”Merry Christmas brother”.
”Marry Christmas juga brother”, balas Allan sambil merangkulnya.
Mungkin inilah hari Natal yang terindah bagi Allan. Bukan hanya karena ia bisa merayakannya bersama dengan teman-teman barunya, tetapi juga karena ia sudah terbebas dari rasa benci dan dendam yang sudah lama dipendamnya.
~Fin~
NB: Buat yang masih pengen baca crita saya yang lain, nih link buat ke cerita saya yang menang lomba Valentine Story Telling Contest Forum Megaxus 2009^^ http://www.dreamyh.blogspot.com/2009/03/tales-of-love-i.html Enjoy~
WOGH!
0 comments:
Post a Comment