Ok, bulan lalu kan saya ikut lomba membuat cerpen valentine, nah berhubung lombanya dah slese (walo hasilnya blm ada xD) saya masukin dah cerpen ke blog, spy makin banyak orang yang bisa baca. (Klo bs skalian comment n kritik ya =D) Temanya (sesuai tema lomba), romantic-comedy seh, tp rasanya koq aneh ya, wk9x~ Entah lah, apa krn saya y nulis ya jd krasa janggal ndiri...
Face On The Cocktail
Sekitar pukul setengah tujuh sore, sebuah mobil Nissan Skyline GTS-R berhenti di depan Audiscotic. Seorang pemuda berambut merah turun dari mobil sambil menguap lebar. Pakaiannya bagus namun tidak rapi, rambutnya berantakan, dan dengan langkah asal-asalan ia berjalan ke pintu masuk.
”
Argh, Robert sialan. Kalau bukan gara-gara dia yang ngadain acara ini, terus ngancam bakal lapor ke papi kalau aku sering bolos kuliah, aku ga akan datang ke acara ini.”, umpat pemuda itu dalam hati.
”
Apa-apaan coba, masa buat yang namanya ‘Acara Malam Valentine’ *piip* ini, aku musti batalin racing ma anak-anak segank.”, lanjutnya.
Sambil terus mengumpat dan menguap, ia membuka pintu dan masuk ke dalam Audiscotic. Baru saja ia menapakkan kakinya beberapa langkah ke dalam ruangan, sejumlah gadis langsung melirik genit ke arah pemuda itu. Ada yang sambil berbisik-bisik dengan teman sebelahnya, ada yang langsung berhenti ngemil, dan ada juga yang tersedak cocktail. Baru saja salah satu dari mereka mencoba menghampiri pemuda itu untuk mengajak berkenalan, tiba-tiba saja pemuda itu berteriak kesakitan.
”Tidaaaaak! Mataku! Mengapa ruangnya seperti ini, aku benci merah, aku benci pink! Argh”, teriaknya sambil memegang matanya.
Dengan setengah nyawa, ia berusaha mengalihkan pandangannya ke arah lain dan tanpa sengaja, ia melihat ke arah sepasang kekasih yang sedang berciuman. Ia langsung terdiam, membalikkan badan, dan berjalan ke arah pintu masuk dengan langkah gontai. Melihat tindakan pemuda itu, seorang laki-laki berpakaian putih-putih garis hitam langsung berjalan cepat ke arahnya dan mencengkram bahunya.
”Hey, Jo, si pangeran tanpa cinta. Kamu ini, baru juga sampai masa sudah mau pulang”, kata laki-laki itu kepada Jo, si pemuda.
“Ugh Robert. Hai”, balas Jo jutek.
“Gimana, keren kan tempat ini. Interior beserta layoutnya aku yang rancang lho, hahahaha”, jelas Robert sambil tertawa bangga.
”KEREN APANYA??? BIKIN SAKIT MATA TAHU! DITAMBAH LAGI TUH!”, tunjuk Jo ke arah pasangan yang daritadi terus bermesraan dan berciuman.
Robert hanya tertawa saja mendengar protes dari Jo.
”Sudahlah Jo, sini, ikut aku, ada yang ingin aku kenalkan ke kamu”, kata Robert sambil merangkul Jo.
”Kemana?”, tanya Jo.
”Udah, pokoknya ikut aja sini!”, jawab Robert.
Mereka berdua lalu berjalan ke tengah ruangan. Gadis-gadis terus melirik genit ke arah mereka. Robert mengedipkan mata kepada sekelompok gadis yang sedang berada di kiri ruangan. Kontan saja mereka langsung menjerit tidak karuan, bahkan seorang gadis berbaju merah, menggigit jari-jari tangannya sampai berdarah karena saking salah tingkahnya.
Seorang gadis berbaju ungu melambaikan tangannya ke Robert dan dibalas oleh Robert dengan sebuah ’kiss-bye’ sehingga wajah gadis menjadi merah merona dan wajah cowo yang berada di sampingnya menjadi merah menyala bagaikan lobster yang mengamuk dibakar api cemburu.
Belum lagi tiga orang gadis yang terus meneriakkan nama Robert dan tumbang satu-satu ketika Robert membalas dengan menyebutkan nama mereka bertiga. Robert tampaknya sangat menikmati segala sesuatu yang terjadi tadi. Tapi bagi Jo, itu semua hanyalah pemandangan yang menjijikkan. Mereka berjalan ke arah dua orang gadis dan berhenti di depan mereka.
”Nah, Jo, perkenalkan. Yang ini Shella,” kata Robert sambil menunjuk gadis yang bertopi putih.
”Kalau yang ini Selvi,” lanjutnya lagi sambil menunjuk gadis yang memakai rok ungu.
”Dan, Shella, Selvi, perkenalkan. Ini Jo, sepupu aku yang paling ganteng”, kata Robert sambil menepuk-nepuk punggung Jo.
”Hai Jo”, sapa kedua gadis itu genit.
“Hai”, balas Jo asal-asalan.
“Nah, ayo kita lanjut...”
Belum sempat Robert menyelesaikan kalimatnya, kedua gadis itu langsung memotongnya dengan sejumlah pertanyaan.
“Wah Bert, si Jo ini emank pendiam ya?”, tanya Shella.
“Eh Jo, kamu datang sendirian doank?”, sambung Selvi.
“Gaya rambut kamu bagus deh Jo, aku suka lho”, lanjut Shella.
“Wah Bert, kamu dari dulu punya saudara seganteng ini koq ga dikenalin ke aku sih”, timpal Selvi.
”Iya nih Bert. Kamu jahat ya”, tambah Shella sambil mencubit Robert.
Saat Robert sibuk melayani kedua gadis itu, Jo memilih menyingkir dan duduk di pojok ruangan. Tidak lama kemudian, Robert datang menghampiri Jo.
”Ini”, kata Robert kepada Jo sambil memberikannya segelas cocktail.
”Thanks Bert”, jawab Jo.
”Kamu kenapa sih daritadi, pasang tampang suram terus?”, tanya Robert.
Belum sempat Jo menjawabnya, Robert kembali berbicara.
“Aku tahu kalau kamu bete bukan gara-gara warna merah dan pink yang mendominasi ruangan ini. Juga bukan karena gadis-gadis yang terus ngelirik ke arah kamu, ataupun karena Rendy dan Nana yang terus bermesraan dari tadi.”
”Pasti kamu masih belum bisa lupain Renna ya?”, tanya Robert lagi.
Jo hanya diam dan memandangi gelas cocktailnya.
”Jo, aku sudah berbuat sejauh yang aku bisa buat bantu kamu nge-get over feeling kamu ke Renna. Tapi, terserah deh. Hidup toh hidup kamu, kamu yang mutusin dah mau maju apa terus-terusan ketahan kek gini”, lanjut Robert sambil melangkah meninggalkan Jo.
”Have fun bro”, teriak Robert kepada Jo dari jauh.
Jo terus terdiam sambil memandangi gelas cocktail. Ya, Renna...
Sebuah nama yang sudah lama tidak ia sebut. Satu-satunya gadis yang pernah dicintai dia, sekaligus yang pernah menyakiti dia. Alasan ia membenci valentine karena hari valentine adalah hari ia jadian sekaligus putus. Ia membenci warna merah dan pink karena itu adalah warna kesukaan Renna, dan alasan mengapa ia sampai sekarang tidak pernah mau dekat lagi dengan semua gadis yang mendekati dia adalah karena ia takut disakiti lagi.
Jo kemudian mengangkat gelas cocktail ke atas wajahnya dan berkata dalam hati.
”
Ok, Jo, ayo berjuang. Kalau ga sekarang kapan lagi. Ayo berjuang, jangan takut. Ga semua cewe seperti si Renna koq dan...”
Tiba-tiba wajah seorang gadis muncul dari dalam gelas cocktailnya.
“WOW!”, teriak Jo terlompat dari tempat duduknya.
”Hey”, sapa pemilik wajah itu sambil menyodorkan gelas cocktailnya ke arah Jo.
Jo memandang gadis itu kebingungan.
”Ha? Kamu bukannya pelayan di sini ya? Sori, sori, abis kamu kucel sih tampangnya. Aku kirain...”, kata gadis itu sambil nyengir.
”Oh ya, namaku Betty. Nama kamu?”, tanya gadis itu sambil menyodorkan tangannya kepada Jo.
”Namaku Jonathan”, jawab Jo sambil menyalami Betty.
”Seriusan lho tadi aku bener-bener minta maaf”, kata Betty lagi.
”Tidak apa-apa”, balas Jo sambil kembali memandangi gelas cocktailnya.
Betty tidak beranjak dari tempat itu. Ia kemudian jongkok dan memandangi wajah Jo dari bawah. Awalnya Jo berusaha bersikap biasa saja, tapi lama kelamaan ia mulai merasa terganggu. Baru saja ia akan membuka mulut, gadis itu sudah berbicara lebih dulu.
”Wah sekarang DJ-nya mainin musik dansa nih. Dansa yuk Jo?”, ajak gadis itu.
Jo terkejut mendengar ajakan dari gadis itu. Belum sempat ia menjawab, gadis itu sudah menarik tangannya dan menyeretnya ke tengah ruangan.
”Gila, kuat juga cewe ini”, kata Jo dalam hati sambil terus diseret oleh Betty.
...
Ternyata, Betty sama sekali tidak bisa dansa. Ia nampak kerepotan mengikuti langkah Jo yang memang sudah terbiasa berdansa. Sebenarnya dari awal Jo sudah ingin tertawa melihat gaya dansanya Betty. Hanya saja karena ia tidak tega, ia terus menahan tawanya. Namun, tawanya meledak juga saat Betty jatuh terguling-guling tertendang kakinya sendiri. Bukan hanya Jo, semua orang di situ juga menertawakan Betty. Wajah Betty langsung memerah karena malu dan matanya mulai berkaca-kaca. Jo yang tanggap akan situasi ini langsung membangunkan Betty dan menuntunnya duduk di kursi.
”Maaf ya Bet”, kata Jo kepada Betty.
”Kamu ternyata jahat ya”, balas Betty dengan mata berkaca-kaca.
”Abis kamu lucu banget sih tadi”, jawab Jo.
Betty hanya diam dan memandang ke bawah sambil menutupi wajahnya. Jo langsung merasa tidak enak, apalagi sepertinya Betty sedang menangis karena malu. Ia pun bingung dengan apa yang harus dilakukan.
Tiba-tiba Betty menengadahkan wajahnya sambil tersenyum dan berkata, ”ternyata klo kamu senyum manis ya”
Jo terkejut mendengar perkataan Betty.
”Kamu juga, ternyata manis juga pas malu”, balas Jo.
Keduanya saling memandang selama beberapa saat dan sebuah ikatan pun mulai terbentuk di antara mereka. Tiba-tiba jantung Jo berdegup kencang dan wajahnya memerah. Bingung bagian kedua pun dimulai.
”
Aku kanapa? Koq jadi deg-degan gini ya. ”, tanya Jo dalam hati.
Suara Betty memecah lamunan Jo, “wah ternyata pas melamun pun, kamu tetap manis ya, Jo”
Keduanya kembali saling berpandangan dan tertawa.
...
Tidak terasa, sudah dua jam mereka berbicara di beranda di lantai dua. Ternyata Betty adalah gadis yang jauh lebih blak-blakan dan jauh lebih menyenangkan dari yang apa yang dipikirkan oleh Jo. Jo yang selama ini agak tertutup dan sulit diajak bicara, tiba-tiba menjadi terbuka dan berbicara tentang banyak hal. Mungkin saja gara-gara Betty yang blak-blakan dan terus terang membuat Jo merasa nyaman dan enjoy.
”Jo, aku nyebelin ya? Cewe yang blak-blakan itu gampang bikin cowo ilfeel ya?”, tanya Betty tiba-tiba.
”Soalnya aku diputusin ma cowo aku pas valentine tahun lalu alasannya aku slama ini dah terlalu blak-blakan, ngebosenin aja katanya.”, lanjut Betty sambil mulai menitikkan air mata.
”Padahal aku cuma ingin terus ngungkapin ke dia, aku cuma pengen dia selalu tahu kalau aku... aku...”
Kalimat betty terhenti ketika tangan kiri Jo memegang dagu Betty dan tangan kanannya dengan lembut mengusap air mata yang jatuh di pipi Betty.
”Em, entah ya Bet, tapi aku malah senang sih ma cewe yang blak-blakan. Secara aku kan orangnya tertutup. Tapi anehnya, selama aku ngobrol ma kamu tadi, aku serasa bisa jadi diri sendiri. Enjoy lho.”, hibur Jo.
”Jadi, kamu jangan nangis lagi ya. Aku yakin kamu pasti bisa dapat cowo yang lebih baik dari mantan kamu”, lanjutnya.
”Thank ya Jo. Iya, aku ga nangis lagi koq. Tapi kapan yah aku bisa ketemu Mr. Right?”, tanya Betty.
”Sekarang, di depan kamu!”, kata Jo tiba-tiba.
Jo sudah tidak mampu lagi menahan debar-debar yang ada di dalam dadanya. Hatinya sudah menjerit dan ia sudah tidak mampu lagi menyangkal bahwa ia sudah jatuh cinta pada Betty.
”Aku suka kamu Betty. Aku tahu ini konyol, kita baru ketemu hari ini, baru mulai dekat hari ini, tapi aku benar-benar serius. Aku suka kamu.”, ungkap Jo.
Betty terdiam mendengar pengungkapan dari Jo. Tanpa sadar tubuh mereka semakin mendekat dan merekapun berpelukan disinari oleh bulan purnama dan diintipi oleh Robert yang menangis bahagia melihat mereka berdua.
”Tapi, aku masih belum terlalu yakin Jo. Soalnya seperti yang kamu bilang, kita baru kenal hari ini, baru mulai dekat hari ini. Jadi, aku mau kita saling mengenal lebih dekat dulu ya, baru resmiin status kita. Ok?”
”Hmmm, ok ok aja lah Betty. Yang penting dirimu bahagia”, jawab Jo sambil setengah becanda.
“Ih, mulai deh ngerayunya. Oh iya satu hal lagi, aku cowo lho”, balas Betty.
“Jangan becanda dunk”, kata Jo sambil tersenyum.
”Aku serius kali!”, bentak Betty dengan nada dan wajah serius.
Senyum Jo pun menghilang. Ia terhentak bukan hanya secara fisik, tapi juga secara mental saat mendengar kalimat itu. Pantas dia kuat, pantas dia blak-blakan, pantas... Kepalanya tiba-tiba menjadi kosong dan hatinya seolah-olah terlepas dan sedang terjatuh ke lubang yang sangat dalam.
”Serius becandanya, Jo. Kamu gimana sih, serius bener, hahahaha, it’s just a joke ok, just a joke!”, Betty berusaha menenangkan Jo.
Sayangnya, kata-kata Betty sudah tidak bisa didengar lagi oleh Jo karena ia sudah pingsan...
Tapi nampaknya ini akan menjadi awal yang baru sekaligus aneh bagi mereka berdua dan semoga saja, kali ini cinta mereka berakhir dengan bahagia. Semoga...
~Fin~